Paska tahun politik, media dihadapkan pada tantangan untuk kembali ke peran utamanya sebagai pilar keempat demokrasi yang netral dan informatif. Namun, beberapa pengamat mencatat bahwa beberapa media justru semakin terpolarisasi, terperangkap dalam kepentingan politik tertentu.
Menurut Dr. Arif Rahman, pengamat media dari Universitas Indonesia, pemilu 2024 meninggalkan jejak yang mendalam pada kebijakan editorial banyak media. “Tahun politik selalu menjadi momen krusial di mana independensi media diuji. Di banyak negara, termasuk Indonesia, kita menyaksikan adanya upaya politisasi ruang berita yang lebih kuat," ujarnya.
Arif mencatat bahwa beberapa media mainstream cenderung mempertahankan kedekatan dengan kekuatan politik tertentu yang mereka dukung selama masa kampanye. "Tidak sedikit yang masih menggunakan bahasa politik dalam pemberitaannya, mengangkat isu-isu yang cenderung berpihak, dan ini bisa merugikan kualitas demokrasi kita ke depan."
Tantangan lain yang dihadapi oleh media massa adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik yang tergerus akibat polarisasi yang terjadi selama kampanye. Menurut sebuah survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), tingkat kepercayaan publik terhadap media menurun hingga 12% di tahun politik ini, sebagian besar karena persepsi keberpihakan.
"Sekarang saatnya media merefleksikan peran mereka dan berusaha untuk kembali netral," ungkap Dedy Setiawan, Ketua Dewan Pers Indonesia. “Media harus menyeimbangkan pemberitaan dan fokus kembali pada jurnalisme investigasi yang mengangkat isu-isu penting di luar konteks politik.”
Kemunculan media-media digital independen turut menjadi angin segar di tengah kekhawatiran terhadap netralitas media mainstream. Platform seperti YouTube, podcast, dan media sosial menjadi alternatif bagi masyarakat yang menginginkan sudut pandang lebih beragam dan tidak terikat dengan agenda politik tertentu.
“Digitalisasi memberikan peluang besar bagi media untuk memperluas jangkauan dan memperkaya narasi," kata Asep Rachmat, CEO salah satu startup media digital. "Namun, tantangan besarnya adalah menjaga kualitas informasi agar tetap akurat dan tidak terjebak dalam arus informasi palsu atau misinformasi."
Dalam periode setelah tahun politik ini, masyarakat berharap agar media kembali ke fungsi utamanya sebagai pengawal demokrasi. “Saya berharap media bisa lebih berimbang dalam memberitakan isu-isu nasional, terutama yang terkait dengan kebijakan publik dan dampaknya bagi rakyat," ujar Rina, seorang warga Pontianak yang juga pengamat media.
Ke depan, tantangan terbesar adalah apakah media dapat melepaskan diri dari kepentingan politik tertentu dan fokus pada peran mereka sebagai penyampai fakta yang dapat dipercaya. Dengan pemulihan kepercayaan publik sebagai kunci, arah media massa pasca tahun politik akan sangat menentukan wajah demokrasi di Indonesia.
Berita ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak bahwa media memiliki tanggung jawab moral untuk mendahulukan kepentingan masyarakat di atas segala kepentingan politik. Ke mana arah media bergerak, itulah yang akan menentukan kualitas informasi yang diterima oleh publik.(*Kzn/ab*)