Pontianak,PERSS.ID— Kegiatan pertambangan bijih emas tanpa izin kembali terungkap di Kalimantan Barat, kali ini melibatkan warga negara asing (WNA) asal China yang melakukan operasi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Ketapang. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah diungkapkan langsung oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM beberapa bulan lalu, dengan kerugian negara mencapai ratusan kilogram cadangan emas dan perak.
Penggerebekan ini merupakan bagian dari penyelidikan intensif yang dilakukan oleh Ditjen Minerba setelah mendapatkan laporan mengenai aktivitas tambang ilegal di wilayah yang seharusnya dikelola secara legal. Dalam penyelidikan tersebut, sejumlah tersangka telah ditetapkan, termasuk WNA asal China dengan inisial YH, yang diduga menjadi otak di balik operasi ilegal ini.
Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba, Sunindyo Suryo Herdadi, mengungkapkan bahwa lubang hasil tambang ilegal yang digali oleh komplotan YH mencapai panjang 1.648,3 meter. "Lubang tersebut ditemukan di wilayah tambang yang seharusnya sedang dalam tahap pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan secara ilegal untuk penambangan," ujarnya dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Sunindyo menjelaskan bahwa modus operandi yang digunakan oleh tersangka YH adalah dengan memanfaatkan lubang tambang yang ada untuk melakukan penambangan emas secara diam-diam. Hasil tambang kemudian dimurnikan dan dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas. "Ini adalah tindakan kejahatan yang serius, dan kami sedang mendalami berapa banyak konsentrat yang telah diekstraksi oleh para pelaku," kata Sunindyo.
Ditjen Minerba saat ini masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kerugian negara yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan ilegal ini. "Kami sedang berkonsultasi dengan lembaga yang kompeten untuk melakukan perhitungan terhadap kerugian negara. Ini bukan hanya soal cadangan emas yang hilang, tetapi juga kerusakan lingkungan yang ditimbulkan," tambahnya.
Selain itu, Sunindyo menyebutkan bahwa tersangka YH dan komplotannya melanggar Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, dengan ancaman hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. "Perkara ini juga sedang dikembangkan menjadi kasus pidana dalam undang-undang lain selain Undang-undang Minerba," jelasnya.
Di lokasi tambang ilegal tersebut, pihak berwenang menemukan berbagai peralatan yang digunakan oleh para pelaku, termasuk alat ketok, saringan emas, cetakan emas, dan induction smelting. Tidak hanya itu, alat berat seperti lower loader dan dump truck listrik juga disita sebagai barang bukti. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh surveyor, lubang tambang ilegal tersebut memiliki volume sebesar 4.467,2 meter kubik.
Dengan temuan ini, Ditjen Minerba menegaskan komitmennya untuk terus memerangi praktik-praktik tambang ilegal yang merugikan negara dan merusak lingkungan. "Kami tidak akan berhenti sampai semua pihak yang terlibat dalam kasus ini, termasuk jaringan di baliknya, ditangkap dan diproses secara hukum," tegas Sunindyo.
Kasus ini menambah panjang daftar kegiatan tambang ilegal yang melibatkan warga negara asing di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam namun memiliki pengawasan yang lemah. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan bisa memperkuat koordinasi untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.[kzn]