

PERSSINDONESIA.id — Insiden penghalangan terhadap sejumlah wartawan yang tengah melakukan peliputan kunjungan Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos, bersama perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Kabupaten Halmahera Selatan menuai kecaman keras dari kalangan jurnalis. Wartawan dan Komunitas Penulis (Warkop) Halmahera Selatan menyuarakan keberatannya atas tindakan sejumlah oknum aparat yang dinilai arogan dan menghambat tugas jurnalistik di lapangan.
Kunjungan Gubernur dan rombongan BNPB itu sendiri bertujuan untuk meninjau secara langsung kondisi warga terdampak banjir besar yang melanda beberapa wilayah di Halsel dalam sepekan terakhir. Namun sayangnya, momentum kunjungan yang semestinya menjadi ruang penyampaian informasi publik justru dinodai dengan pembatasan akses media yang dilakukan oleh oknum pengawal. Labuha, 30 Juni 2025.
“Kami anggap sikap oknum aparat yang mengawal Ibu Gubernur ini terlalu berlebihan dan cenderung arogan. Kesannya teman-teman wartawan dihalang-halangi saat melakukan tugas peliputan,” kata Presiden Warkop Halsel, Amrul Doturu, dalam pernyataannya kepada wartawan, Senin (30/6/2025).
Menurut Amrul, tindakan semacam ini tidak hanya mencederai semangat keterbukaan informasi publik, tetapi juga merupakan bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan yang dilindungi undang-undang. Dirinya menegaskan, peliputan yang dilakukan para jurnalis adalah bagian dari tugas profesional dalam rangka menyampaikan informasi akurat dan transparan kepada masyarakat.
“Gubernur hadir dalam kapasitas kenegaraan untuk bertemu korban banjir, dan wartawan tentu punya kepentingan publik untuk menggali informasi terkait kebijakan pemerintah. Maka, sikap penghalangan terhadap peliputan ini adalah bentuk pembangkangan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tambahnya.
Amrul kemudian mengutip beberapa pasal penting dari UU Pers tersebut. Pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Sedangkan Pasal 4 ayat (3) memberikan jaminan hak kepada pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Lebih jauh, Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.
“Kalau tindakan semacam ini terus terjadi, maka keberadaan pers sebagai pilar demokrasi akan melemah. Kami ingin mengingatkan seluruh aparat negara bahwa pers bekerja untuk publik, dan bukan ancaman bagi siapa pun,” tegas Amrul.
Ia juga menyoroti pentingnya keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Dalam UU ini, setiap warga negara berhak mendapatkan informasi yang dikelola oleh badan publik, termasuk informasi yang diperoleh melalui peliputan media. Hubungan antara kebebasan pers dan keterbukaan informasi publik, menurut Amrul, sangat erat dan saling menguatkan.
“Prinsip keterbukaan tidak hanya tanggung jawab pers, tetapi juga kewajiban semua pejabat publik. Wartawan bukan musuh, mereka adalah mitra dalam menyampaikan informasi secara adil dan transparan kepada masyarakat,” ujarnya.
Amrul mengajak seluruh institusi pemerintahan, baik di tingkat daerah maupun pusat, agar meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya menghormati kerja-kerja jurnalistik. Ia juga meminta agar aparat pengamanan mendapat pembekalan tentang hak-hak pers agar tidak terjadi pelanggaran serupa di masa mendatang.
“Kami berharap, peristiwa seperti ini tidak lagi terulang, baik di Halsel maupun daerah lainnya. Kami menyerukan kepada seluruh pejabat publik dan aparat negara untuk menghormati kerja jurnalistik. Sikap profesional, santun, dan terbuka jauh lebih mencerminkan wibawa negara daripada tindakan represif yang mempermalukan institusi,” pungkasnya.
Peristiwa penghalangan ini telah menjadi perhatian publik, terlebih di tengah upaya penanggulangan bencana yang semestinya membutuhkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan media. Diharapkan, insiden ini menjadi pelajaran penting untuk mendorong perbaikan sikap dan kebijakan ke depan dalam memperkuat iklim demokrasi dan keterbukaan informasi di daerah.
Redaksi: wan